Namo Buddhaya

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa

Yo Dhammam desesi adikalyanam majjhekalyanam pariyosanakalyanam ti
Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, indah pada akhirnya

Saturday, June 12, 2010

Jadilah Pelita

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita .Orang buta itu tertawa dan berkata, "Buat apa saya bawa pelita? 'Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang 'koq." Dengan lembut sahabatnya menjawab, "Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu." Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut.

Tidak berapa lama kemudian, dalam perjalanannya, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, "Hei, kamu 'kan punya mata! Beri jalan buat orang buta, dong!" Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.

Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, "Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!" Pejalan itu membalas, "Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat? Pelitamu sudah padam!"

Si buta tertegun.... Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, "Oh, maaf, sayalah yang 'buta', saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta." Si buta dengan tersipu menjawab, "Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya." Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak si buta. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, "Maaf, apakah pelita saya padam?" Penabraknya menjawab, "Loh, saya justru mau menanyakan hal yang sama."

Senyap sejenak.... Secara berbarengan, mereka bertanya, "Apakah Anda orang buta?" Secara serempak pun mereka menjawab, "Iya," dan mereka meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja dia menabrak kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Dia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, "Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka dengan pelita yang saya bawa."

....

Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan).

Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan 'pulang', dia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Dia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Dia juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk 'membuta' walaupun mereka bisa melihat.

Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, baik sengaja ataupun tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tidak ada seorang pun yang mau menjadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama berada dalam kegelapan batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.

Sudahkan kita menyulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang atau bahkan nyaris padam? Jadilah pelita, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan, "Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tidak akan pernah habis terbagi."

Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Pikiran yang tanpa penghalang, hasilnya adalah kebijaksanaan.

No comments: