Namo Buddhaya

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa

Yo Dhammam desesi adikalyanam majjhekalyanam pariyosanakalyanam ti
Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, indah pada akhirnya

Monday, May 24, 2010

Selamat Hari Raya Waisak 2554 B.E./2010

Akhirnya, hari raya umat Buddhis akan segera tiba. Kita akan segera menyambut hari raya Waisak (Vesākha) yang tahun ini jatuh pada hari Jumat, 28 Mei 2010.

Pada umumnya, hari Waisak jatuh pada hari di mana bulan purnama pertama muncul pada bulan Mei, di mana bulan purnama pertama pada Mei 2010 muncul pada tanggal 27 Mei.

Kisah ini dimulai dari sebuah kelahiran di bulan Waisak tahun 623 SM, tentang bayi agung dari kerajaan Kapilavastu, tentang bunga teratai yang tumbuh diatas kaki sang bayi, bumi yang bergetar, jiwa yang bergejolak, tentang paradoksal masa lalu dan masa yang akan datang, tentang Taman Lumbini yang menyelipkan cerita tentang awal dan akhir sebuah kehidupan.

Mestinya hidup tidak selalu tentang kegagahan dan kemewahan, tidak melulu tentang kemegahan dan kemahsyuran. Tapi, hidupkah kehidupan Pangeran Siddharta ketika ia dilarang melihat empat hal? Hidupkah kehidupannya ketika ia dilarang melihat orang sakit, orang tua, orang mati, dan pertapa? Hidupkah kehidupan Pangeran Siddharta ketika Yasodhara, istri terkasih, dan Rahula, sang anak tercinta, menjadi bagian dari hidupnya?  

Pada akhirnya, Pangeran Siddharta melihat semua kenyataan itu. Manusia menjadi tua, sakit, dan mati. Ia tidak berhenti bertanya, ia merasakan, ia adalah bagian dari semua itu. Ia bukan burung yang silau oleh bulu indahnya. Ia bagian dari realita itu, kenyataan hidup yang menyakitkan.

Lalu Siddharta bertanya, siapakah yang dapat menghentikan semua tragedi itu? Obat apa yang dapat mengatasi semua penderitaan itu? Bulatlah sudah tekadnya, Siddharta meninggalkan keluarga dan menanggalkan kemilau kekayaannya, mencari obat yang dapat mengatasi semua penderitaan.

Namun, semua itu tidak mudah dengan jerih payah yang menyakitkan dan melelahkan. Di tengah hedonisme, ketidakjernihan pandangan hati dan pikiran, dan di tengah kemungkinan menjadi bagian dari orang kebanyakan, atau menjadi ahli waris dari sebuah kerajaan yang gilang-gemilang, Siddharta memilih menjadi seorang pertapa. Selama enam tahun Siddharta menyiksa dirinya, tetapi hidupnya tidak lagi dengan kepura-puraan. Hidupnya menjadi bermakna. Ketenangan batin dan pandangan yang terang telah membongkar keserakahan, kebencian, dan kebodohan yang selama ini mengakar menjadi sebab derita.

Berakhirlah semua pandangan keliru dan kemelekatan yang selama ini menyelimuti. Berakhirlah simbol-simbol duniawi yang menipu, yang menjebak, dan mematikan. Memiliki semuanya tanpa harus memiliki apa-apa, menjadi punya dalam ketakpunyaan, menjadi tak punya dalam kepunyaan. Sang Pangeran Siddharta telah menjadi Buddha, di Bulan Waisak.

Sang Buddha kemudian membabarkan Dhamma yang luhur kepada semua makhluk, selama 45 tahun memutar Roda Dhamma, membangkitkan kesadaran spiritual dan membuka sabuk kegelapan yang selama ini mencengkeram menutupi alam semesta.

Semua kisah pada akhirnya adalah sebuah epilog, bahkan seorang guru agung seperti Sang Buddha yang tiada bandingnya, yang sempurna dalam kebijaksanaan-Nya, akan mangkat. Tidak ada yang kekal, kecuali kekekalan itu sendiri, dan ketika bulan Waisak di tahun 543 SM tiba, Sang Buddha pun mencapai Maha Parinibbana. Namun, kelahiran tidak lagi tentang tangis bayi, juga tidak lagi tentang paradoksal awal dan akhir.

Hari Waisak memiliki makna mendalam bagi umat Buddhis, di mana pada hari Waisak ini kita memperingati 3 peristiwa penting tentang Sang Buddha, guru para dewa dan manusia.
  1. Kelahiran Pangeran Siddharta
    Pangeran Siddharta adalah putra dari seorang raja yang bernama Raja Suddhodana dan seorang permaisuri yang bernama Ratu Mahamaya. Pangeran Siddharta lahir ke dunia sebagai seorang Bodhisattha (calon Buddha). Beliau lahir di bawah kerimbunan pohon sala di Taman Lumbini pada tahun 623 SM.

  2. Tercapainya Penerangan Sempurna
    Pada usia 29 tahun, Pangeran Siddharta pergi meninggalkan istana dan pergi menuju hutan Uruvela untuk mencari kebebasan dari usia tua, sakit, dan mati. Kemudian pada saat Purnama Sidhi di bulan Waisak tahun 588 SM, setelah 6 tahun pertapaannya di bawah Bodhigaya (pohon Bodhi), Pertapa Gautama mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi seorang Samma-Sambuddha.

  3. Maha Parinibbana Sang Buddha
    Setelah 45 tahun membabarkan Dhamma, pada usia 80 tahun, Sang Buddha wafat (Parinibbana) di Kusinara, di antara dua pohon sala kembar, pada bulan Waisak tahun 543 SM.

Sumber: Walubi, owalah.wordpress.com

No comments: